RSS

in my empty office

Kantor itu bisa dikatakan kosong, hampir semua orang pergi meninggalkan mejanya masing-masing. Ada yang hanya pergi makan siang, ada yang pergi untuk merokok sebentar di tangga darurat, ada yang kepemakaman seorang teman kantor yang ibunya baru saja meninggal, dan ada juga yang sedang bepergian ke luar daerah, tentunya karena tugas kantor.
Di bagian pojok belakang ada seorang gadis yang memandang kosong pada layar komputernya, berharap akan ada sesuatu yang menarik dari layar tersebut. Dengan malas dia menekan2 mouse komputernya, mencoba mengecek imel, tapi surat2 itu hanya berisi berita tidak penting, entah hanya forward2an basi, kabar2 dari friendster, atau beberapa info ttg event2 yang sama sekali tidak menggugah minatnya. Telpon di meja gadis itu sudah dari tadi berbunyi, sampai akhirnya meraung-raung, tapi sepertinya gadis itu berhasil dengan sukses menulikan telinganya. Dia bosan dengan semua penelepon2 itu yang biasanya hanya akan merusak harinya.
Dia menegakkan duduknya, memandang berkeliling kantor, mencari-cari seseorang entah siapa yang mungkin bisa diajaknya bercengkrama. Para perokok sudah kembali dari tangga darurat, tetapi sepertinya mereka ingin segera menyelesaikan pekerjaan mereka agar bisa langsung meninggalkan kantor begitu bel pulang berbunyi. Sementara orang2 yang makan siang, yang biasanya menjadi teman bercengkarama gadis itu belum ada satupun yang kembali. Gadis itu menghela nafas, bosan.
Dia mengecek HP nya berharap entah siapa cukup berbaik hati menghubungi dan memberi sedikit warna pada harinya yang suram, tapi layar HP nya pun kosong. Sepertinya hari ini semua orang punya kesibukan mereka masing-masing. Dia lalu membuka layar instant massagenya, mungkin ada seseorang entah dimana, merasakan hal yang sama dengannya dan ingin berbicara. Tapi yang dia temukan hanya lah daftar orang2 yang offline. Gadis itu mengutuk dalam hati, ada apa dengan orang2 hari ini.
Dia memandang telepon kantor, yang sepertinya telah kehabisan energi dan terdiam, sambil berfikir mungkin dia bisa menghubungi seseorang. Dia mengangkat gagang telponnya, lalu menekan kode pribadi dan sederet nomor yang telah dihapalnya semenjak beberapa bulan terakhir. Dia mendengar nada sambung, menunggu dengan sabar sampai seseorang di seberang sana menjawab telponnya. Nada sambung terus berbunyi, tanpa ada seorang pun yang menjawab, dia akhirnya menyerah dan meletakkan telepon tersebut. Setelah memandang telpon itu cukup lama, dia lalu memiringkan letaknya, agar tidak ada seorang pun yang bisa menghubunginya.
Gadis itu kembali termangu, tiba2 dia merasakan tekanan yang cukup besar didadanya. Rasanya sangat menyesakkan, seakan-akan ada seseorang atau sesuatu yang mencengkram paru-parunya sehingga dia kesulitan untuk bernafas. Dia memandang kesekelilingnya, berharap dapat memanggil seseorang, tapi bahkan kini cengkraman itu telah meluas dan naik ke tenggorokannya dan mencegah suaranya keluar. Dia lalu mencoba bangkit dan berdiri, tangannya mencengkram dadanya, sambil berharap dengan begitu mungkin tekanan diparu-parunya akan berkurang, tapi tidak sama sekali, tekanan di paru-parunya justru semakin menyesakkan. Pandangannya mulai kabur, samar-samar dia mendengar HP nya berbunyi, dia mencoba meraih HP tersebut, tapi entah kenapa letaknya terlalu jauh, sehingga tidak terjangkau. Lalu dia melihat layar komputernya berkedip2, tanda ada seseorang yang mengiriminya pesan, dia mencoba menekan tombol keyboardnya, mencoba membuka pesan yang diterimanya, tapi kini bahkan tenaganya tidak cukup untuk menekan tombol2 kecil tersebut.
Gadis itu memandang kesekeliling, panik. Dadanya terasa semakin sesak, dia mencoba duduk kembali, karena kakinya seakan tidak kuat menopang badannya. Dia menelungkupkan badannya diatas meja, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin, tapi AC di ruangan itu terlalu dingin, sehingga udara yang dihirupnya terasa menyakitkan. Dia menegakkan badannya kembali, pandangannya sungguh gelap sekarang. Tapi samar-samar dia melihat seseorang datang, dia merasa lega, seseorang akan datang, orang itu akan menyelamatkannya. Mungkin orang itu dapat memabantunya melepaskan cengkraman didadanya, sehingga dia dapat bernafas lagi. Sosok orang tersebut semakin dekat, gadis itu mengulurkan tangan, berusaha menggapai orang tersebut. Akhirnya dia dapat melihat orang tersebut dengan jelas, tapi aneh sekali, itu ibunya, apa yang ibunya lakukan dikantornya.
Lalu dibelakang ibunya dia melihat beberapa orang lagi berdatangan, mereka berlarian, mungkin mereka menyadari ada yang salah dengan dirinya lalu segera datang untuk membantu. Gadis itu menyipitkan matanya mencoba memandang lebih jelas diantara kabut hitam yang menghalangi pandangannya. Sosok2 itu, mereka cukup banyak mungkin ada 7 atau 8, ditambah ibunya. Tapi kenapa mereka hanya berdiri membeku disitu, apakah mereka tidak melihat bahwa ada yang salah dengan dirinya, apa mereka tidak sadar bahwa ada yang salah dengan dirinya. Ibunya, bagaimana mungkin ibunya hanya berdiri mematung disitu, dan bukannya menghampiri dan membantunya.
Nafasnya semakin sesak, dan pandangannya semakin gelap, tapi dia mencoba berdiri. Namun kakinya terasa hanya bagai gumpalan yang tidak akan mungkin kuat menjadi tumpuan, gadis itu terjatuh kelantai. Dia mengangkat kepalanya memandang ke arah orang-orang yang berkerumun tersebut, mencoba memberi tahu mereka dengan matanya bahwa mungkin dia sedang sekarat, tolong bantu dia. Tapi orang-orang itu tetap mematung, mereka hanya memandang gadis itu tanpa ekspresi, seakan-akan mereka tidak mengenalnya. Gadis itu mengulurkan tangan dan mencoba menyeret badannya untuk menghampiri mereka, tapi mereka bagai menjauh, padahal gadis itu tidak melihat mereka bergerak.
Gadis itu lalu membuka mulut, mencoba memanggil mereka, tapi tidak ada suara yang keluar, hanya angin, yang malah membuatnya semakin kesulitan bernafas, seakan semua udara dan cadangan oksigen diparu-parunya tertarik keluar. Pandangannya semakin hitam, dadanya semakin sesak, dan terasa menyakitkan. Kini dia bahkan tidak dapat merasakan tubuhnya lagi.
Gadis itu mulai dicekam ketakutan, harapan yang tadinya sempat ada saat melihat orang-orang itu datang mulai menguap, bersamaan dengan semua udara yang tertinggal di badannya.
Dia merasakan matanya mulai memanas, airmatanya mulai keluar. Dia merasakan pipinya menjadi hangat karena air mata yang membasahi. Dia berharap dapat menghentikan tangisannya, dia tidak ingin menangis, dia tidak ingin menjadi lemah. Bahkan didetik2 terakhir keberadaannya. Tapi kali ini, dia tahu, dia tidak akan bisa menghentikan tangisannya, dia tidak punya tenaga untuk bertahan, untuk menahan. Dia menelentangkan badannya, terbaring pasrah, membiarkan semua air matanya keluar. Tidak peduli pada orang2 yang ada disekelilingnya, orang2 yang dari tadi hanya diam, terpaku, dan termangu memandanginya. Dia akan mati sebentar lagi, apa peduli mereka.
Tangisannya semakin keras, dia belum pernah menangis seperti ini lagi. Tidak semenjak dia meninggalkan masa kecilnya. Tapi anehnya semakin keras dia menangis, semakin berkurang pula semua cengkraman di dadanya. Kini dia bahkan mulai bisa merasakan tubuhnya lagi, dia mulai bisa menghirup udara lagi. Tapi dia tetap tidak bisa berhenti menangis. Badannya mulai hangat, AC dikantornya mulai tidak terasa terlalu dingin lagi, udara yang dihirupnya mulai terasa normal. Orang2 itu mulai membentuk sosok yang jelas, dan tidak hanya bayangan2 hitam seperti sebelumnya. Dia juga mulai bisa melihat siapa mereka sebenarnya.
Selain ibunya, mereka adalah teman2nya. Mereka tidak lagi hanya berdiri terpaku dan memandangnya dengan tatapan kosong. Tatapan mereka sebenarnya hangat, entah itu baru saja atau memang sudah semenjak tadi dan hanya dia saja yang tidak bisa melihatnya. Mereka juga tersenyum, tapi lalu sosok mereka semakin samar, seperti hanya bayangan. Bayangan2 mereka semakin mengabur, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah berkas sinar matahari yang masuk melalui jendela kantor, dan menyinari seluruh ruangan.
Gadis itu mulai bangkit, tangisnya sudah mulai mereda dan dia sudah bisa bernafas dengan normal. Dia mencoba duduk di kursinya lagi, dan menghela nafas panjang. Lega. Kantornya sudah mulai ramai, orang2 sudah kembali dari istirahat makan siang mereka. Layar komputernya masih berkedip2, HPnya kembali berdering, tapi kini dia yakin dapat menjangkaunya.
Dia memandang keluar, langit mendung dan hujan pastinya kan segera turun. Tapi, berkas2 cahaya matahari diantara awan gelap terlihat sangat indah. Biasnya samar2 jatuh di atas atap gedung2. Gadis itu tersenyum, dia lalu membetulkan leta telponnya, meraih HPnya, dan mulai membuka pesan-pesannya.
Dan hari pun terus bergulir, di kantor yang tak lagi kosong itu.

0 comments: