NARA
"I met a really beautiful girl yesterday," seloroh Caesar sambil membanting badannya di bangku samping gue.
"So?" gue nanya balik sambil males-malesan. Bukannya gue nggak peduli, tapi Caesar meets beautiful girls all the time, and those beautiful girls also find him beautiful, if you know what i mean.
"No, I'm serious, man. You have to meet this girl, she really IS beautiful. Seakan-akan dia bukan datang dari dunia ini," lanjutnya lagi. Mau nggak mau penjelasannya bikin gue penasaran, dan waktu gue memutar badan gue supaya bisa lebih menyimak ceritanya he has this dreamy look on his face. Sesuatu yang belum pernah gue liat di muka Caesar sebelumnya.
"That beautiful, huh?" tanya gue lagi. Caesar cuma mengangguk kecil, mukanya masih menampakkan ekspresi terpana dan seolah-olah bermimpi tadi.
Seperti para gadis yang sering dia ceritain, Caesar juga dikaruniai muka yang luar biasa tampan. Mungkin gue terdengar gayish but trust me, semua orang, kecuali orang buta tentunya, bakal bilang hal yang sama kayak gue. Mungkin itu karena darah campurannya, atau mungkin karena dia anaknya seorang supermodel terkenal, atau mungkin itu karena turunan bangsawan bapaknya, apapun itu, semua hal tadi ngasih dia penampilan yang bikin cewek manapun bertekuklutut."So, when will you meet her again?" tanyaku. Caesar masih diam, "lo bakal ketemu dia lagi kan? Atau lo akhirnya berhasil ketemu cewek yang nggak tertarik sama lo?" Kata-kata gue tadi sukses bikin dia meringis.
"Naah,i'll meet her again. Maybe she looks ethereal, but thankfully she still normal," ujarnya sambil tertawa. Aku cuma mendengus. Yeah, Caesar and his conquest. Semoga saja yang kali ini berakhir nggak terlalu buruk.
CAESAR
Nara masih sibuk dengan gitarnya. Sekali-kali tangannya berpindah dari senar ke sebatang rokok kretek yang hampir nggak pernah lepas dari mulutnya. Gue nggak ngerti kenapa Nara suka banget rokok jenis itu, but sometimes selera dia memang aneh banget. Kadang gue suka ngerasa Nara hidup di jaman yang salah. Mungkin harusnya dia lahir di jaman bokap gue dulu. Selera musiknya, jenis rokoknya, kopinya, dan tentunya pola pikirnya jauh lebih tua dari umurnya yang baru 17 tahun. Gue aja yang udah 18 tahun nggak setua itu.
Gue sama Nara udah main bareng sejak SD. nggak tau kenapa kok gue bisa deket banget sama manusia itu, mungkin karena dia satu-satunya orang yang nggak terintimidasi sama tampang gue. Dari kecil gue emang udah ganteng, silahkan muntah sesuka lo, tapi i'm just being honest. Tampang gue jauh diatas rata-rata tampang standar orang Indonesia yang biasanya beridung nggak terlalu mancung (kalau nggak mau dibilang pesek), berkulit gelap, dan punya tinggi rata-rata 165 cm. Mungkin karena gue emang nggak 100% Indonesia. Nyokap gue setengah brazil setengah Bali. Bokap gue keturunan kraton, sekarang dia jadi diplomat yang kerjaannya muter-muter mulu, bikin dia n nyokap jadi jarang banget di rumah. Good money though.
Oh salah satu lagi keuntungan jadi gue, i have a thick wallet. Jadi cewek mana yang nggak mau sama gue, udah ganteng kaya pula lagi. Paket lengkap, kan? jadi menurut gue wajar aja kalau gue jadi sedikit playboy and kurang menghargai mereka. Those girls, when it comes to me, is just so easy to get. Tapi cewek yang gue ceritain ke Nara tadi adalah pengecualian. Dia kayak peri, bidadari..yah makhluk-makhluk khayal itu lah. Cantik banget!
SENJA
Hm, rumahku kosong. Kemana ya orang-orang? Kuintip kamar Kak Bulan dan Kak Bunga, tapi kayaknya kakak kembarku itu sedang nggak ada. Huh, aku membuang nafas dengan keras, dan membuat poniku terangkat. Bakal bengong lagi deh sore ini. Ngapain ya...?
Sambil melangkah gontai aku memasuki kamarku, jauh lebih rapi dibanding waktu kutinggal tadi pagi. Kulempar tas ku keatas kasur, dan berjalan ke walk-in closet untuk memilih baju.
Samar-samar kudengar hand phoneku berbunyi, tapi mau buru-buru mengangkatnya juga malas, jadi kubiarkan saja HPku berbunyi. Akhirnya siapapun itu yang menelponku menyerah juga. Setelah mengambil sebuah camisol pink, dan celana khaki selutut, aku keluar.
Aku membuka jendela kamar, dan membiarkan angin segar masuk. Walaupun matahari bersinar terik, tapi angin bertiup cukup sering, seolah-olah berusaha mengusir rasa panas yang disebabkan si matahari. Berenang seru juga nih, pikirku. Tapi lantas teringat HPku yang tadi berbunyi. Caesar.
Ya ampun, cowok ganteng tadi menelponku. Jantungku rasanya langsung berdegup nggak karuan. Duh, kenapa tadi nggak kuangkat aja sih! Sambil mengutuk-ngutuk dalam hati, aku menekan nomor Caesar. Tapi langsung kubatalkan. Setengah panik, aku menatap layar HPku. Kalau kutelpon balik bakal ketauan banget nggak sih kalau aku naksir sama dia? Tapi kalau Caesar memang mengharapkan buat ditelpon balik gimana? Duuuh, serba salah. Tapi aku memang pengen ngobrol sama dia lagi sih, ya udah deh kutelpon lagi aja. Berbarengan dengan angka pertama yang kutekan, telpon ku itu berbunyi lagi. Caesar. Sambil tersenyum senang, aku bersiap menjawab.
to be continued...
0 comments:
Post a Comment